BLUE CHRISTMAS

Jumat, 01 Oktober 2010

MENJADI BOSS BAGI DIRI SENDIRI

Anda mulai panas? Anda pikir Anda sudah mempunyai apa yang diperlukan untuk menjadi seorang wiraswastawan? Anda sudah baca semua kisah sukses tentang orang lain dan itu membuat anda ”kepanasan”? Benar, pembaca, kalau itu terjadi, tiba saatnya untuk menjadi boss bagi diri Anda sendiri. Tapi, apakah Anda sudah siap meninggalkan pekerjaan yang bagus dan nyaman dengan gaji bulanan, kantor modern, sekretaris yang efisien, dan perasaan aman yang datang pada saat anda bekerja untuk sebuah organisasi yang mapan?
Seorang teman yang telah bertahun-tahun bekerja pada perusahaan penerbangan nasional terbesar, dengan ribuan staf, gaji jutaan, fasilitas lengkap, tiba-tiba saja memutuskan keluar dan berwirausaha. Kata-kata yang pertama diterimanya adalah,
”Apakah kamu gila?”, ….”Kamu menghancurkan sebuah karir yang menjanjikan”…..dan caci maki lainnya. Belum lagi perasaan anak-istri, orangtua dan saudara lainnya yang tidak bisa berucap...
Diperlukan keberanian besar untuk menulis surat pengunduran diri. Masih yakinkah Anda mempunyai segala sesuatu yang akan mengantarkan Anda menjadi seorang wiraswastawan sukses? Lalu apa yang akan Anda kerjakan? Peraturan pertama kewirausahaan, latihlah diri Anda untuk melihat kekosongan atau celah di pasar, lalu mengisinya.
Lihatlah sekeliling Anda. Lihatlah orang di jalanan, mereka yang duduk di belakang mesin jahit, pelayanan apa yang akan dia berikan? Lihatlah wanita perempuan penjual sate ayam di dekat penginapan murah itu, mengapa ia pilih lokasi itu? Bagaimana dengan hotel baru di jalan utama itu, mengapa bisa begitu sukses? Bagaimana dengan orang yang bekerja di bagian komputer itu bisa sangat sukses dalam bisnis program perangkat lunaknya sendiri?
Ada satu jawaban singkat untuk semua pertanyaan ini: bisnis ini eksis karena ada yang membutuhkan mereka. Tidak peduli apakah Anda berusaha dengan paha ayam, rumah makan bagus atau website. Atau, apakah anda berbicara tentang putaran harian Rp100.000 atau Rp.100.000.000. Dari mulai Tanah Abang – Jakarta Pusat, Glodok – Jakarta Pusat, bahkan daerah Sawangan, Depok Privinsi jawa Barat, prinsipnya sama:
 Keberhasilan dalam bisnis
 Bekerja dengan prinsip
 Menemukan sebuah kekosongan
 Dan mengisinya!

Ketika dunia laki-laki digemparkan dengan ditemukannya pil biru Viagra yang sebenarnya adalah obat pemacu jantung, tapi kemudian jadi pemacu organ kejantanan pria, beberapa tahun lalu serentak seluruh dunia mempublikasikannya (ingat, Viagra tidak pernah beriklan di media manapun). Hasilnya, Viagra menjadi product of the year dan menghasilkan miliaran dollar bagi penemunya.
Kasus Viagra di dunia, rupanya memberikan inspirasi bagi Simon Jonathan. Setelah sebelumnya sukses melahirkan Extra Joss, yang menghasilkan ratusan miliar, kemudian muncullah Irex yang kurang lebih sama fungsinya dengan Viagra. Dengan tag line ”Kado Ulang Tahun Mama”, dan dikemas dengan iklan yang diperankan oleh laki-laki kurus kering dan loyo, tiba-tiba menjadi perkasa setelah meminum Irex, hasilnya, produk ini meledak di pasaran. Ya, mereka jeli melihat peluang, kekosongan dan mengisinya.
Lalu mengapa bukan Anda yang melakukan ini? Jika Anda yang pertama menawarkan kepada publik sesuatu yang dibutuhkan publik dan tidak didapatkan dari orang lain, atau jika Anda berhasil mengantisipasi sebuah kebutuhan di masa depan, Anda memiliki sebuah kesempatan bagus untuk menjadi kaya. Sampai saat adanya kompetisi, Anda akan memiliki semua pasar itu sendirian.
Sejarah memberikan banyak contoh wiraswastawan yang menjadi sukses dengan memenuhi atau mengantisipasi kebutuhan akan produk baru. Isaac Merit Singer memproduksi mesin jahit yang cocok untuk bekerja di ruang terbatas, bahkan di dalam kamar sekalipun. Henry Ford memakai metode jalur perakitan untuk memproduksi mobil yang bisa dibeli orang biasa. George Eastman melihat kebutuhan akan kamera kecil yang bisa dibawa-bawa. Ray Krock dari Mc Donald melihat potensi usaha waralaba makanan cepat saji.
Darimana datangnya gagasan-gagasan seperti itu? Ada tiga macam sumber gagasan.
Pertama, pekerjaan Anda. Pekerjaan yang sudah Anda kerjakan bisa menjadi sebuah potensi sumber gagasan, Karena disitulah naluri bisnis Anda sudah dikembangkan.
Kedua, hobi atau minat Anda di luar pekerjaan, karena itu adalah sebuah wilayah lain dimana Anda memiliki suatu perasaan alamiah.
Sumber ketiga, adalah apa yang sering disebut orang sebagai ”observasi pejalan kaki”, atau mengenali sebuah peluang melalui suatu perjumpaan biasa, atau suatu insiden dalam kehidupan sehari-hari Anda.
Kalau Anda yang pertama, maka Anda tidak harus brilian. Nanti Anda akan memiliki waktu untuk mengembangkan dan memperbaiki segala sesuatu yang pemah Anda lakukan. Tapi ketika yang lain mulai berkompetisi dengan Anda, maka Anda harus menjadi yang terbaik.


Bekerja Keras

Nasib seorang wiraswastawan tidak mudah. Anda harus bekerja keras. Namun, karena Anda bekerja disebagian besar waktu Anda, pasti ada harga yang harus dibayar. Korban pertama adalah kehidupan sosial Anda. Waktu untuk berkencan, untuk keluarga, bahkan untuk bersenang-sengang tidak akan anda miliki pada masa-masa awal menjalankan bisnis anda.. Bisa-bisa ini menjadi sebuah kehidupan yang sunyi.
Dalam keadaan seperti ini Anda sangat beruntung apabila memiliki kekasih atau seorang istri yang setia menemani dalam suka maupun duka. Karena menjadi seorang wirausahawan juga adalah masalah daya tahan. Seperti mendung di musim hujan. Setelah hujan pun turun, langit akan menjadi cerah kembali.
Ada kompensasi. Semakin keras Anda bekerja, maka Anda akan semakin beruntung. Kami punya rekan, namanya Apiko Joko Mulyono. Dia, ”cuma” reporter di tabloid keluarga muslim, Fikri namanya. Sebagai employee — kalau mengikuti teori kuadran Robert T. Kiyosaki – berkat dorongan kami, dan ”keahlian interpersonalnya”, berkomunikasi, ia kami desak menjadi jurnalis ”semi-bisnis” dalam arti, memfungsikan ketrampilan jurnalistik dan lobbynya untuk menulis soft advertorial. Meski awalnya agak ogah-ogahan, ia memula peran-peran semacam copywriter, penulis artikel soft advertorial di tabloidnya (maksudnya: rubrik bernuansa promotif, dengan dua macam kompensasi: penjualan langsung dalam jumlah minimal tertentu, atau semi-iklan). Bung Apiko, meskipun masih sayang profesi jurnalistiknya, mulai menjalankan tugas barunya.
Hasilnya? Luar biasa untuk reporter yang sepanjang empat tahunan bekerja, murni sebagai jurnalis. Apiko berhasil mencapai targetnya. Ia memang bekerja keras, dan agak mengorbankan waktunya untuk keluarga. Bukan itu saja. Ia ”tebal muka” dicibiri sebagai ”jurnalis matre” (materialis, Pen.), karena artikelnya kian selektif pada isu-isu yang ”bergizi” alias bisa menghasilkan ”penjualan langsung” ataupun ”semi advertorial”. Akibat lanjutnya, bisa ditebak. Dari ”main-main” jadi serius. Bossnya, pemimpin perusahaan tabloid Fikri, malah menargetkan jumlah tertentu perminggunya harus ia capai. target itu, tercapai, bahkan beberapa kali terlampaui. Apa yang ia kerjakan, semua orang di perusahaannya tahu. Meski pun berisiko dilecehkan, Apiko tahan banting. The show must go on. Apa yang dikerjakannya, menginspirasi unit bisnis lainnya di bawah payung holding yang sama.
”Syukur, istri saya sangat pengertian. Untuk kerja keras itu, saya bisa menabung dengan nilai yang lumayan dibanding rekan selevel saya. Saya bisa membeli sepeda motor secara tunai, dalam tahun kedua saya bekerja. Itu sesuatu yang tidak saya bayangkan sama sekali, bahwa saya mampu membelinya.” Itulah Apiko, yang karena masih sayang pada profesi jurnalistiknya, mengaku baru menggunakan belum separuh dari potensi enterprenership yang ada dalam dirinya.

”Seseorang yang bekerja 16 jam sehari akan sampai ke tempat yang ingin dicapainya dua kali lebih cepat daripada orang yang bekerja 8 jam sehari.”
David Ogilvy


Ketekunan

Jaques Cousteau, penyelidik, penemu dan ahli lingkungan dalam sebuah wawancara dengan Eugene Grisham penulis buku Achievement Factors dalam sebuah wawancara di atas sebuah jet carteran menuju Atlanta, mengungkapkan pendapat menarik. Kami kutip untuk Anda.
”Bagaimana Anda bisa mengerjakan semua itu?” Cousteau terdiam beberapa saat, lalu menjawab.
”Saya keras kepala – kalau saya punya suatu maksud di kepala saya…saya membuat daftar hal-hal untuk main-main: Amazon, Haiti, kapal Angina. Saya mencoba, dan saya tidak punya uangnya. Saya mencoba lagi, dan saya tidak dapat uangnya, dan setelah sepuluh tahun saya mendapatkannya.”
Dengan bijaksana, dengan penuh tekat dan ketekunan, selalu mengejar apa yang ia inginkan, kadang cepat, kadang-kadang pelan, ia telah mengalami kemenangan-kemenangan. Pada tahun 1943, tabung oxygen (Aqualung) yang ia kembangkan dengan Emile Gagnan, memberi kesempatan petualangan di bawah air, membuka dunia di bawah air untuk berjuta-juta penyelam scuba. Lalu ia kembangkan keterampilan sebagai seorang ahli fotografi di bawah air, dan pada tahun 1956, ia menangkan Oscar untuk The Silent World. Sembilan tahun kemudian ia sekali lagi memenangkan oscar untuk World Without Sun. Saat ini usianya 80-an. Dan kakek Cousteau masih bekerja, masih memeriksa hal-hal yang ia catat dalam daftarnya, menyusun daftar, lalu mengeksekusi satu persatu daftar targetnya.


Fokus

Logika ”focusing”, meminjam fenomena matahari. Mahakarya Tuhan ini, sumber energi yang amat kuat, yang setiap jamnya menyinari bumi dengan jutaan kilowatt energi. Siapa pun, bisa ”mandi matahari” berjam-jam dengan risiko yang ringan.
Bagaimana dengan laser? Seberkas sinarnya, adalah energi lemah. Ia hanya membutuhkan beberapa kilowatt energi tetapi bisa difokuskan menjadi sebuah pancaran cahaya yang koheren. Dari seberkas cahaya laser, temuan ilmuwan bisa menggunakannya untuk dari memotong baja sampai mematikan sel kanker.
Beralih pada perbincangan sebuah usaha. Anda bisa menciptakan efek yang sama: sebuah kemampuan kuat laksana laser untuk mendominasi sebuah pasar. Itulah yang kami maksud sebagai ”tindakan memfokuskan”.
Ketika sebuah usaha menjadi tidak fokus, ia akan kehilangan kekuatannya. Usaha itu menjadi seperti matahari, menyebarkan energinya terlalu banyak produk, di pasar yang terlalu luas.
Konsentrasi, kemampuan untuk memberikan perhatian penuh kepada tugas yang dihadapi, dan dalam jangka panjang, berkonsentrasi pada suatu karier, merupakan satu segi dari fokus. Tetapi bukan hanya itu. Segi lainnya, intensitas. Intensitas melibatkan kemampuan untuk menyalurkan sejumlah besar tenaga pada tugas yang dihadapi. Menjalankannya sebagai kebiasaan, akan meningkatkan karier Anda. Secara analog, fokus mempunyai pengaruh yang sama terhadap pekerjaan seseorang, bak lensa pembesar yang dipegang di atas sehelai kertas pada hari yang cerah. Memegang lensa dengan sudut yang tepat, membuat sinar-sinar berkonsentrasi pada satu titik, sanggup membakar kertas itu.
Prioritas, masuk dalam gagasan fokus. Jangan segan-segan mengubah dan menaruh yang paling penting sebagai nomor satu jika sesuatu yang tak terduga muncul. Bekerjalah atas dasar prioritas.


Tahukah Anda, apa rahasia
nomor satu sukses? Prioritas.
Helen Gurley Brown

Tentukanlah apa prioritas puncak dalam pekerjaan dengan berpikir secara cermat untuk apa perusahaan mempekerjakan Anda. Banyak orang membuat kesalahan dengan bekerja keras untuk tiap tugas yang mereka hadapi, tanpa atau dengan sedikit sekali memperhitungkan pentingnya tugas-tugas itu. Pada akhir hari, mereka akan sangat kelelahan, sambil memuji diri sendiri karena semua pekerjaan sudah diselesaikan. Sayangnya, ada saja yang tanpa sadar sudah membelakangkan pekerjaan penting (important) dan mendesak (urgent). Penting saja, mungkin bisa saja bukan di uturan teratas, tapi urgent, sesuatu yang terkait dengan deadline, yang tak bisa tidak, ia didahulukan atau sesuatu yang buruk menghadangnya.

Letakkanlah surat-surat, memo-memo dan peringatan-peringatan tentang semua tugas lainnya yang menunggu dalam map-map dengan tanda prioritas A, B, dan C.
Alan Lakein, Konsultan Manajemen Waktu

Membahas soal fokus, bisa kita mengutip pendapat Eugene Grisham dalam Achievement Factor, buku best seller dunia itu. Ia bercerita tentang faktor-faktor sukses hasil wawancara bertahun-tahun dengan tokoh-tokoh sukses dunia. Kesimpulan buku itu cuma satu: “Untuk sukses besar dalam suatu bidang, apapun bidangnya, dibutuhkan waktu setidaknya sepuluh tahun dengan tetap berfokus pada bidang tersebut.”
Kami yakin benar dengan kesimpulan buku itu. Kami punya bukti, seorang yang cukup kami kenal, sejak lulus SMA, hidup dari berdagang dan tak pemah berpindah-pindah bidang usaha kecuali pada produk rumah tangga yang sangat digemari kaum ibu. Kenyataannya, tak sampai sepuluh tahun, ia sukses di bidang yang digelutinya. Itulah kekuatan fokus.
Bak air yang menetesi sebuah batu, setetes demi setetes; hari berganti hari, tahun berganti tahun, pada saatnya, kita akan terkaget-kaget melihat kenyataan bahwa batu tersebut telah menjadi cekung hanya karena tetesan air.
Kepercayaan dan Kebersamaan

Budaya organisasi harus mencakup ‘pertumbuhan’ kepercayaan timbal balik antar individu di dalamnya. Dalam organisasi berdasar hubungan, orang tidak diatur, tetapi mereka diperlakukan sebagai individu yang layak dipercaya yang berkeinginan untuk membaktikan waktu dan tenaga mereka pada apa ”yang ingin mereka lakukan” dan ”yang harus mereka lakukan”, karena mereka memahami tidak ada pemisah antara keduanya. Jelasnya, harus terdapat jiwa kepemilikan bersama dalam sebuah organisasi, yang membuat individu di dalamnya memiliki komitmen mengoptimalkan kerja. Komitmen semacam itu adalah kondisi yang baik untuk memulai investasi dalam bisnis, sekaligus mengapresiasi sebuah semangat wirausaha yang muncul ditengah-tengah masyarakat.

Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha

Ada yang dihantui rasa berat, bahwa keragaman amat sulit beroperasi secara sepakat dalam menerapkan strategi pokok. Menurut kami, yang diperlukan adalah kesanggupan untuk sepakat memanfaatkan seluruh kekuatan, saling melengkapi dalam sebuah ikhtiar kesatuan tujuan. Dengan kepemimpinan semacam ini fokus keberhasilan sudah jelas. Tanpa itu, keragaman memang menjadi ”hantu” penghambat pencapaian tujuan. Kata simpulnya, tidak lain:

Keragaman yang mencapai kesepakatan bulat, melengkapi kekuatan para pemimpin untuk mencapai tujuan yang mempersatukan.

Saling Sokong Inisiatif Wirausaha

Kebanyakan organisasi mapan beroperasi dibawah kepemimpinan yang terpusat. Desentralisasi bisnis yang melahirkan unit-unit yang terpisah, dibangun di bawah arahan penyokong yang terpilih dan berkemauan untuk mendukung insiatif-insiatif ini. Sokongan ini, tentu saja, harus berasal dari tingkat tertinggi dengan kemampuan pengambilan keputusan penuh.
Kegiatan pendampingan penasihat, penyokongan dan pemberdayaan penting dalam mendukung para wirausahawan dalam unit bisnis yang baru. Para penyokong/pendamping, menyediakan sumber dan saluran untuk pengembangan kewirausahaan dan belajar, serta diterapkan secara konsisten.

Arahkan Tim Wirausaha

Sebelum menyinggung “arahan”, kita kenali tim wirausaha. Butir-butir berikut ini, menjelaskan tim wirausaha:

 Dimotivasi oleh rangsangan kesempatan pasar yang telah diidentifikasi untuk dikejar.
 Kualitas tim wirausaha adalah faktor yang menentukan sukses dalam perusahaan yang sangat menguntungkan. Suatu tim wirausaha terdiri dari anggota pendiri suatu perusahaan baru atau unit bisnis sokongan.
 Penting bahwa suatu tim diperlengkapi peningkatan kekuatan dan pengetahuan. Merupakan tugas pimpinan wirausaha untuk menyatukan dan menumbuhkan lapisan-lapisan ini menjadi tim kerja yang terintegrasi.
 Cara pikir yang beragam, dilengkapi “kekuatan” dan “kesepakatan untuk tujuan yang dominan”, penting bagi tim yang tepat sebagaimana campuran “keterampilan manajemen” dan “wirausaha”.
 Mengandung kesetiaan dan kepercayaan, efektivitas kerja kelompok pengambil keputusan

Saat menyusun tim yang spesifik dalam sebuah perusahaan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebagai tambahan adalah :

 Apakah si calon memiliki pengalaman dalam industri spesifik itu?
 Apakah mereka memiliki catatan yang membuktikan kompetensi mereka dalam inisiatif berwirausaha?
 Akankah mereka memiliki kredibilitas pada industrinya dan rekan timnya?
 Jaringan kerja atau sumber daya apa yang mereka bawa untuk tim?
 Apakah mereka termotivasi untuk menjadi bagian tim, unit dan diarahkan oleh inisiatif?



Hargailah Tingkah Laku Wirausaha

Masyarakat kita sering mencemooh bila ada yang berprofesi sebagai wirausaha, terlebih bila ia berpendidikan tinggi, S2 apalagi S3. Ini tidak terlalu mengherankan karena stigma berpikir masyarakat kita yang sudah sedemikian terpola: “Setelah lulus sekolah lalu kerja!” Sangat jarang yang berpikir, setelah lulus menciptakan pekerjaan. Manusia dalam katagori ini sering dibilang orang gila, nggak waras, bodoh dan sederetan kecaman lain. Barulah setelah berhasil, semua orang akan mendekat. Bukankah semua usaha yang dilakukan para entrepreneur sukses pada awalnya dianggap gila hingga ia berhasil?
Karenanya ambil setiap kesempatan untuk menunjukkan pada kolega, rekan dan tim Anda bahwa Anda percaya pada mereka dan memiliki keyakinan pada kemampuan mereka. Tinggallah dalam perusahaan dan tetap dalam kendali jika Anda suka, namun bertingkah lakulah sebagai pemimpin yang membantu dalam hubungan rekanan. Hargailah rekan Anda untuk memiliki saham dalam perusahaan.


Bangunlah Jaringan Kewirausahaan

Jaringan dan berhubungan dengan jaringan selalu merupakan fondasi kuat untuk membangun bisnis. Karena kita hidup di zaman pekerja berpengetahuan yang dioperasikan di bawah paradigma yang diarahkan oleh mutu tinggi dan hubungan baik, dasar tersebut sangat penting untuk keberhasilan.
Dengan database berlimpah, digabung keuntungan praktis yang disediakan internet, diperoleh akses untuk berhubungan ataupun untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sebelum era internet, belum pernah ada jalan semudah ini. Saat ini, dengan sentuhan jari, pengetahuan yang dipilih beserta detailnya dapat dikirimkan dan diterima. Tidak mengherankan inisiatif bisnis wirausaha dapat bergerak dengan cepat dan mudah tumbuh dengan baik dan kuat.
Terlalu banyak organisasi yang memiliki unit yang menyimpan banyak hal untuk mereka sendiri dan cemas unit tetangga mencuri ide-ide mereka. Kurangnya hubungan dalam organisasi adalah alasan utama mengapa organisasi tersebut kehilangan kesempatan. Saat kekuatan semua sumber daya dibawakan bersama-sama, tercapai keberhasilan yang lebih besar. Sekali Anda melakukan kontak, pelihara mereka. Mereka adalah sumber daya wirausaha.
Ada cerita dari sebuah sudut Jakarta, puluhan tahun silam. Saat itu, sudah masyhur, bahwa perputaran uang terbesar di Indonesia terletak antara Glodok dan Jembatan Tiga. Konon di daerah Jembatan Tiga, ada kedai mie yang dikenal sebagai mie Toko Tiga. Di situ sering menjadi tempat mangkal para tauke. Bila ada yang ingin melakukan bisnis dan butuh uang, tak jarang mereka hanya mengambil secarik kertas bekas pembungkus rokok, menulis sedikit catatan diatasnya serta sejumlah angka dan menandatanganinya. Dengan bekal kertas bekas rokok tersebut si pembawa dapat melakukan peminjaman uang ke jaringan mereka di Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri. Tapi jangan coba-coba mengingkari kepercayaan apalagi menipu. Sekali jalan ditutup tak kan terbuka lagi seumur hidup bahkan hingga tujuh turunan.
Masih soal “jaringan” yang dirawat baik, ada contoh menarik tentang sumber daya modal yang mengalir dengan amat sederhana. Seorang kawan, mendapat cerita tentang bagaimana rekannya – seorang keturunan Tionghoa, secara rutin memperoleh kiriman dana segar dari rekan-rekannya. Usaha riilnya, melayani pengobatan alternatif tusuk jarum. Tapi bukan dari urusan pengobatan itu, ia memperoleh dana relatif lancar. “Bisakah kamu mengatakan, berapa orang yang benar-benar kawanmu? Lalu siapa diantara kawan dekatmu, yang rela memberimu sekadar uang pertemanan setahun sekali dengan nilai nominal tertentu. Setahun sekali, Bung. Takkan ada yang keberatan. Nah, modal saya, cuma telpon genggam dan pulsa. Saya ingatkan kawan-kawan saya, uang pertemannya tahun ini, saatnya ditransfer.” Nah, dengan mengirim pesan seperti itu, si shinse kecil-kecilan ini mendapat dana rutin, setiap hari dari orang yang berbeda. Semuanya, dari kawannya!
Saat istri kawan saya ini sedang menanti kelahiran anaknya yang ketiga, ia dalam situasi tongpes (kantong kempes)! “Duitku cuma ada satu jutaan di tabungan. Paling sedikit, kalau istriku melahirkan normal, bisa habis sejutaan lebih. Kalau ada masalah, bisa lebih besar. Aku khawatir sekali. Lalu kuingat kawanku, si shinse itu. Semua nomor ha pe kawan yang ada dalam ha pe ku, kukirimi SMS, memberitahu mereka, saat ini aku sedang berdebar-debar menunggui kelahiran anak ketiga di rumah sakit. Habis itu, aku pasrah saja. Beberapa kawan membalas, menanyakan nomor rekeningku. Eh, tak lama, paginya, setelah kulunasi duapertiga biaya persalinan, aku masih punya tunggakan. Kujanjikan kepada petugas adminsitrasi, siang itu juga kekurangannya akan kulunasi. Kawan, tahu apa yang terjadi saat aku periksa saldo di rekeningku. Saldo tabunganku, bertambah dua kali lipat. Lebih dari cukup untuk melunasi tunggakan biaya istri melahirkan. Bahkan esoknya masih ada beberapa transfer susulan.”
Pembaca, kisah tauke Jembatan Tiga, shinse dengan sumbangan pertemanannya, dan kawan saya yang baru melahirkan anak ketiga itu, adalah contoh, betapa penting merawat “jaringan”. Jaringan, adalah sekumpulan individu yang memiliki rasa respek terhadap diri kita, karena kredibilitas pertemanan kita yang bisa diandalkan. Bisnis, di zaman kapan pun, akan eksis dengan kredibilitas semacam ini. Kewirausahaan, memang bukan cuma soal “uang” tapi juga “jaringan”. Dunia perubahan sosial menyebutnya sebagai social capital.